Penjual Pentol Meramaikan Suasana Kota Lama Surabaya
Surabaya - Kawasan Kota Lama Surabaya kini semakin ramai dengan kehadiran para penjual pentol keliling. Pentol, makanan ringan berbahan dasar tepung dan daging cincang, berbentuk seperti bakso kecil dan disajikan dengan saus serta sambal, menjadi camilan andalan pengunjung yang bersantai di area heritage tersebut.
Penjual pentol banyak ditemukan di kawasan Kota Lama Surabaya, terutama di sekitar Gedung De Javasche Bank, Balai Pemuda, dan trotoar sepanjang Jalan Gula dan Jalan Cendrawasih. Tempat-tempat ini menjadi jalur strategis karena menjadi titik kumpul wisatawan dan fotografer.
Salah satu tokoh penting dari fenomena ini adalah Pak Heri, warga asli Surabaya yang telah berjualan pentol sejak 2021 Ia menjajakan dagangannya dengan gerobak dorong, menyusuri trotoar di sekitar Gedung De Javasche Bank, Jalan Cendrawasih, dan Jalan Gula.
“Nama saya Heri, udah jualan pentol di sini kurang lebih 4 tahun lah, sejak 2021-an. Dulu belum seramai sekarang,” ujarnya saat ditemui di sela-sela melayani pembeli.
Pak Heri dan pedagang lainnya mulai berjualan sejak pukul 15.00 WIB hingga sekitar pukul 21.00 malam. Waktu sore hingga malam dipilih karena saat itulah kawasan ini mulai dipadati pengunjung.
“Saya biasanya mulai dari jam 3 sore sampe malem, jam 9-an. Pas orang-orang udah mulai keluar kantor atau sekolah,” kata Pak Heri sambil menuangkan saus ke dalam plastik pesanan pembeli.
Penjual pentol banyak ditemukan di kawasan Kota Lama Surabaya, terutama di sekitar Gedung De Javasche Bank, Balai Pemuda, dan trotoar sepanjang Jalan Gula dan Jalan Cendrawasih. Tempat-tempat ini menjadi jalur strategis karena menjadi titik kumpul wisatawan dan fotografer
Ramainya pengunjung yang datang untuk wisata sejarah dan bersantai di kawasan ini membuat para pedagang melihat potensi besar untuk menjajakan makanan ringan. Pentol menjadi pilihan tepat karena murah, mudah dibawa, dan bisa dinikmati sambil berjalan.Meski demikian, menjadi pedagang kaki lima tidak selalu mudah. Pak Heri mengakui bahwa tantangan utamanya adalah cuaca dan akses jalan yang kadang macet.
Kehadiran penjual pentol seperti Pak Heri bukan hanya soal makanan. Mereka adalah bagian dari napas kawasan Kota Lama yang semakin hidup. Di antara gedung tua dan lampu kota, mereka menyajikan rasa—rasa nostalgia, kebersahajaan, dan semangat bertahan hidup di tengah kota yang terus berkembang.
Komentar
Posting Komentar